Kamis, 20 Agustus 2015

Salah Sangka sama Orang India

Setiap saya bilang akan berangkat traveling ke India, kebanyakan lawan bicara saya mengernyitkan dahi sambil bilang “ngapain ke India ? banyak pemerkosaan loh disana”, bahkan Ibu saya dengan nada yang agak tinggi menasehati untuk tidak berangkat ke India, “Nanti kamu bisa mati lohh, kan lagi gelombang panas” :). Perasaan saya ketika akan berangkat ke India sejujurnya agak campur aduk memang, antara excited tapi agak ngeri. Kalau soal gelombang panas, saya sudah mengecek hampir tiap hari berita dan accuweather dan sepertinya di tanggal keberangkatan saya, heatwave sudah lewat musimnya berganti musim monsoon dimana curah hujan akan cukup tinggi meski juga cuaca tetap panas. Yang membuat saya agak ngeri adalah orang-orang yang akan saya temui di India. Seperti yang diketahui banyak pemberitaan negatif mengenai India, tentu saja pemerkosaan menjadi headline nya. Selain itu saya juga banyak membaca referensi di blog dan grup backpacker, banyak yang mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan selama di India. Mulai dari ditipu supir taksi atau tuktuk dibawa ke tempat yang salah dan minta bayaran mahal, diajak ke toko souvenir / sari yang letaknya jauh di antah berantah dan harganya muahal sekali dengan dalih pemilik toko adalah temannya yang akan memberikan khusus, pernah juga saya membaca ada salah seorang traveler yang berkenalan dengan orang india via sosial media khusus traveler saat ketemuan malah diajak ke night club, merayu dan kemudian minta cium padahal saat memilih host / teman di sosial media itu si traveler sudah membaca baik-baik latar belakang dan identitas teman baru yang akan ditemuinya itu. Membaca hal tersebut, perut saya mulai mules. Meski saya pergi berlima tapi tidak membuat kekhawatiran saya berkurang.
Tapi kemudian Santi, teman baik saya agak membuat tenang dengan cerita solo travelingnya ke India 2 tahun yang lalu. Dia bercerita justru banyak bertemu orang baik yang membantunya selama traveling sendiri di India selama 2 minggu.  Beberapa tips yang saya dapat dari Santi dalam  adalah, jika mau numpang di rumah host, cari yang tinggalnya sama keluarga, lakukan background check, kemudian yang paling terakhir adalah jika orang tersebut mulai “bragging” atau semacam menyombongkan dirinya sampai di level yang kurang masuk akal terus SKSD (sok kenal sok dekat) mending tinggalin aja. Well noted, sis :)

                                 


Ternyata benar, setelah 10 hari di India, orang India yang saya temui mostly baik dan sangat helpful. Memang benar, if you do good good will come to you in so many ways. Berikut ini beberapa kejadian yang membuat saya merasa sudah salah dalam menilai orang India alias Suudzon:
  • Setiba di Kolkata sekitar pukul 1 pagi saya langsung ke counter prepaid taxi untuk ke daerah Sudder street letak hotel yang sudah saya booking. Naik taksi tengah malam di India cukup membuat saya grogi dan ngeri. Lewat 15 menit kami tak kunjung tiba di hotel, mulai resah gelisah lihat jalanan yang sepi (ya iyalah sepi ya..ini kan jamnya orang molor). Akhirnya setelah 30 menit tiba di depan hotel yang gerbangnya tertutup rapat. Si supir bertanya apakah saya sudah booking,tentu saya jawab sudah. Kemudian sambil setengah berteriak, supir membangunkan penjaga hotel “Babaji……@#$%^^&*()_+@#$%^&”. Mungkin kurang lebih supir tersebut bilang “Pak, oiii ada tamu lo nihh…bangun oii, bukain pintunya”. Setelah 10 menit akhirnya pintu dibuka dan supir pamit. Meski meminta tips 10 rupee tapi saya sudah salah sangka sama supir ini, ternyata malah membantu saya untuk tiba di hotel yang tepat plus membangunkan penjaga hotel. Coba saya cuma diturunin kemudian ditinggal pergi entah bagaimana cara saya berteriak untuk membangunkan penjaga hotel tersebut, apalah arti 10rupee yang hanya sekitar 2rb rupiah saja dibanding saya tidur di pinggir jalan menunggu pagi. 

  • Jaggit, Pemilik hotel. Awal percakapan saya dengan si pemiliki hotel Diplomat, Kolkata ini ketika akan check in tengah malam. Resepsionis tidak memperbolehkan kami berlima masuk dalam  1 kamar meski saya sudah menjelaskan berulang kali kalau kami hanya akan disana beberapa jam saja. Pagi-pagi sekali akan check out, toh saya sudah bayar full. Begitu argumen saya. Setelah agak lama, resepsionis ini menelpon bosnya, Jaggit. Saya sudah mempersiapkan kalimat yang panjang untuk merayu Jaggit agar diperbolehkan check in berlima. Tapi, dengan ramahnya Jaggit menjelaskan alasan kenapa kami tidak diperbolehkan masuk berlima. "The room is very small and no ac, it's impossible to feel comfortable in that room if you're 5". dan saya jawab "it's ok, we just need to have a break for few hours and take a shower, in the morning at 8 we will check out". Dan ajaibnya tidak seperti tanggapan resepsionis yang galak itu, Jaggit langsung memperbolehkan tanpa panjang lebar. Pagi harinya, saat akan check out kami bertemu dengan Jaggit dan dia memperkenalkan diri dan benar-benar sangat berbeda dengan resepsionisnya. Dia sangat ramah, bahkan meminta maaf karena tidak bisa memberikan kamar yang lebih besar karena sedang full book, bahkan memperbolehkan kami untuk menitipkan tas kami secara gratis padahal sebelumnya si resepsionis benar-benar tidak memperbolehkan kami untuk menitipkan tas. 
    Kami dan Jaggit
  • Rishab, teman dari salah satu teman saya yang dia kenal dari couchsurfing. Awalnya saya agak malas berkenalan dan jalan bareng karena masih teringat pengalaman kurang mengenakkan yang saya baca. Tapi ternyata jalan dengan orang lokal sangat membantu, kemana-mana tinggal bilang dan pastinya tidak akan ditipu soal harga. Rishab ini orangnya memang agak flirty ke salah seorang teman saya, tapi sampai akhir kami berpisah dia tidak berbuat yang aneh-aneh malah baik sekali mengantarkan kami ke Masjid segala. 
    Kami dan Rishab
  • Monu, si adik pemilik guesthouse di Varanasi. Kami berkenalan via whatsapp. Setelah saya booking via booking.com, tiba-tiba Monu ini whatsapp saya untuk merespon pertanyaan yang saya ajukan di web tersebut. Disini saya mulai Suudzon lagi, ngapain sih orang guesthouse pake ngambil nomer hp saya dan kontak via whatsapp. Biasanya kan via email. Ditambah lagi, Monu ini menawarkan jasa pick up service  dan mengirim whatsapp beberapa kali membuat saya merasa kurang nyaman saja sama sikapnya yang agak SKSD. Tapi setelah saya menginap di guesthouse tersebut, saya sadar he’s just being nice ditambah saat itu penginapannya sedang sepi karena low season hanya ada kami dan 2 tamu lainnya jadi mungkin dia hanya ingin memperlakukan kami lebih khusus saja. 
    Kami dan Monu
  • Supir tuktuk dan 2 orang “tak dikenal”. Jadi ceritanya saya dan temannya naik tuktuk dari daerah penginapan menuju Varanasi station. Menurut referensi, tuktuk ke stasiun hanya membayar 100rupee. Ketika sampai di pangkalan tuktuk tentu banyak yang mengerubuti kami, kami langsung bilang 100rupee ke stasiun dan tak disangka supir tersebut langsung bilang iya dan menggiring kami untuk naik tuktuknya. Hmm…kok gampang banget nawarnya, gak seperti biasanya *mulai suudzon lagi. Setelah kami naik, ada 2 laki-laki lagi yang ikut naik dan duduk di samping kanan dan kiri supir. Saya tentu saja kaget kok ada orang lain. Mulai cemas. Supir Tuktuk mulai beraksi ugal-ugal dijalanan melewati jalan raya kemudian gang. Saya bertanya ke teman saya, “kemarin kita lewat sini gak sih?”. Dan tentu saja teman saya menjawab lupa. Kemudian terbayang-bayang cerita di salah satu blog yang menceritakan dibawa oleh supir tuktuk ke rumah di antah berantah yang merupakan toko sari. Makin cemas. Kecemasan saya ditambah oleh gerak gerik 2 pemuda yang numpang di depan. Mereka berkali kali lihat ke arah kami di belakang dan memotret kami, yang satu memotret dengan kamera pocket dan yang satunya lagi memakai HP yang akan berbunyi “cekreekkk” ketika mengambil gambar. Duh..saya semakin resah. Teman saya mencoba menenangkan dengan bilang “kamu siap-siap pegang pepper spray yang di tas, kalau mereka macem-macem tinggal semprot”. Langsung saya menggenggam pepper spray. 15 menit kemudian si supir bilang “Varanasi station !”. Wahhhhhh ternyata sekali lagi saya sudah salah sangka, kali ini sama supir tuktuk, ternyata dia langsung membawa kami ke tempat tujuan, fiuh ! Setelah turun, kami menunggu tuktuk yang satu lagi yang membawa ketiga teman saya lainnya di pinggir jalan dan 2 pemuda yang ikut menumpang tadi juga ikut turun tapi tidak langsung pergi melainkan tetap di sekitar kami dan tetap memotret. Akhirnya teman saya bilang ke 2 pemuda tersebut “Do you want to take picture with her?” disertai bahasa gerakan dan ternyata mereka mengangguk dan bergiliran berfoto bersama saya. Astaga ternyata mereka cuma minta foto bareng ! tapi tidak tahu cara ngomongnya. *mendadak serasa artis. Lagi-lagi salah sangka. Hahah. Dan ada kejadian yang lebih konyol lagi ! Setelah kami berpamitan dengan mereka berdua dan ke pelataran Varanasi station, ketika saya berfoto dengan latar bangunan stasiun, kemudian tak lama 2 pemuda tadi datang lagi dengan membawa teman-temannya sepertinya mereka bergerombol mau minta foto bareng lagi. Oh no! jumpa fans ini namanya, langsung kami masuk ke tourist office stasiun sebelum mereka beneran mereka minta foto lagi. 
  • Ranjeet, couchsurfer di Jaipur. Kami tiba di Jaipur sekitar jam 10 malam, dalam keadaan sangat lelah sehabis seharian di Agra dan rencanaya besoknya akan ditemani oleh Ranjeet berkeliling Jaipur seorang couchsurfer. Namun awalnya saya jujur agak malas, karena dia akan datang ke hostel jam 11 malam itu untuk berkenalan dengan kami! saya dalam kondisi sudah 2 hari gak mandi, capek banget pula, malam-malam harus berbasa basi dengan orang yang baru dikenal. Tiga teman saya bisa aman langsung tidur sementara saya dipaksa teman yang satu lagi untuk menemani dia menemui  Ranjeet di hostel. “Ngapain sih malem-malem kesini…besok aja kenapa!” omel saya. Tapi tetap didepannya saya berusaha ramah. Ranjeet ini bekerja di salah satu airline dan dia baru menyelesaikan shift kerjanya malam itu. Dia masih terlihat pakai seragam kantornya. Secara keseluruhan dia tampak seperti pria baik-baik. Kemudian saya jadi bête lagi ketika dia mengajak makan diluar, dia bilang dia tau tempat makan dekat situ yang masih buka. “Lha gila kali ni orang malem-malem ngajakin makan!” saya memulai membayangkan yang tidak-tidak. Seperti yang saya baca pengalaman orang di blog, bisa saja dia sok ngajakin makan tapi malah ngajak ke nightclub terus berbuat macem-macem, toh saya hanya berdua dengan teman saya di kota yang kami masih asing, tengah malam pula. Tentu saja kami menolak dengan alasan sudah kenyang dan kelelahan. Akhirnya sekitar pukul 1 pagi Ranjeet pulang dan berjanji akan datang untuk menjemput kami  jam 9 pagi. Kebetean dan perasaan suudzon malam itu jadi hilang ketika besoknya dia benar menjemput kami berlima dan naik mobilnya untuk ke beberapa tempat menarik di Jaipur, bahkan dia mengantar kami ke daerah Amer sekitar 11 km dari pusat kota dan menujukkan tempat diatas bukit dimana kami bisa lihat seisi kota. Seharian hang out dengan Ranjeet membuat saya merasa salah dalam menilai orang lagi. Orang yang sudah baik sekali rela ambil cuti 1 hari demi mengantar kami jalan-jalan bahkan sampai ikut menunggu sampai kereta kami datang malam harinya malah saya punya pikiran macam-macam. 
    Kami dan Ranjeet
  • Pria di delhi metro station. Keluar dari delhi metro station dalam kondisi bingung mencari hotel yang sudah kami pesan sebelumnya dan dikerubuti oleh para supir rickshaw menawarkan jasanya, ada 1 pria yang menghampiri dan bertanya kami menginap di hotel apa. Dan teman saya menjawab Khrisna hotel di Paharganjj. Dan dia langsung menjawab “I’m going to Paharganjj too, follow me”. Lagi-lagi saya mulai curiga dengan kebaikan orang yang baru saya temui itu. Di tengah jalan pria tersebut bercerita kalau dia sedang akan mensurvey hotel di Paharganjj untuk acara kantornya. Makin curiga, “kok bisa pas banget gitu hotel yang dia tuju deket hotel kami yah, jangan-jangan minta duit nih nanti” batin saya.  Tiba di daerah Paharganjj ternyata benar, berjajar banyak hotel disana. Kemudian dia membuka map di HPnya dan menyampaikan bahwa hotel kami berada di kanan jalan masuk ke salah satu gang, dan dia pamit karena hotel yang dia tuju sudah di dekat situ. Ahhh..tuh kan, orangnya ternyata beneran berniat baik menolong malah saya tuduh macam-macam.

Moral of the story, jangan terlalu cepat menilai orang dan kita tidak boleh me-generalisir suatu kejadian. Just because some people doing bad doesn’t mean  other will do the same dan bener-bener don’t judge a book by it’s cover. Tidak semua orang India tukang tipu atau jahat, sama saja tidak semua orang Indonesia itu baik. Tetep aware dan stay alert saat traveling itu penting tapi tetap jangan terlalu suudzon dan mikir macam-macam, good people still exist guys !!


Ps. Looks can be deceiving. You can’t always tell what’s going on inside a person from outside. A devil doesn’t always dressed in a red cape and pointy horns. Sometimes he comes as everything you’ve ever wished for.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar