Minggu, 26 Januari 2014

The Trip Must Go On, The Feeling Has To Stopped

Perjalanan saya yang terakhir, adalah perjalanan yang paling menguras emosi *drama



Apa yang membuat perjalanan saya ke Korea Selatan terasa spesial dan berbeda dari perjalanan-perjalanan saya sebelumnya ? Pertama, tiket sudah saya beli setaun sebelum keberangkatan..jadi saya sudah dalam masa penantian selama setaun. Kedua, ini pertama kalinya dengan jumlah teman seperjalanan terbanyak (rencana awal ber8). Ketiga, meskipun saya tidak ikut sibuk menyusun itinerary dan riset tapi tetap saya lah yang bertanggung jawab untuk mengurus visa dan tiket.

Sebulan menjelang keberangkatan, pekerjaan saya di kantor yang biasanya selalu datar tidak terlalu ada kesibukan yang berarti mendadak jadi chaotic karena salah seorang senior saya tiba-tiba harus opname dan saya ditunjuk untuk menggantikan tugasnya sementara. As you may know, pekerjaan bagian Keuangan / Accounting akhir taun itu dua kali lipat karena ada deadline akhir taun dan akan banyak panic journal :D. Di tahun ini terasa 4 kali lipat beratnya bagi saya karena saya harus membuat sekaligus input journal dan mempersiapkan kelengkapan dokumen sendiri. Lembur tiap hari bahkan di hari Minggu harus saya jalani dengan tetap memberikan iming-iming ke diri saya sendiri kalau bulan berikutnya saya akan bersenang-senang di nuansa winter Korea.

Seminggu menjelang keberangkatan, salah seorang teman mendadak batal ikut karena cutinya gak diapproved. Nahh....disini saya merasa emotional breakdown *drama. Harusnya saya gak perlu sedih, kecewa, dan marah yang berlebihan, toh saya tetap bisa berangkat, toh saya juga gak sendirian berangkat. Saat itu entah kenapa saya sangat marah dan kecewa, karena dari awal saya merasa sudah banyak membantu semua proses agar teman saya itu bisa ikut. Mulai dari booking tiket, bantuin kelengkapan visa, dan obrolan ngalor ngidul tentang persiapan ke Korea dengan orang tersebut. Saat itu saya merasa terlalu berusaha banyak buat dia sementara sepertinya dia tidak...well then short story, we've had a big fight. Urusan web check in dan manage booking untuk beli bagasi jadi agak terabaikan tapi akhirnya bisa selesai di menit terakhir.

Saya berangkat dengan perasaan yang gak enak. The trip must go on, and for whatever reason I have to control my emotion. Sumpah, traveling dengan perasaan kayak gitu itu gak enak banget. Kadang saya merasa agak distant dengan teman seperjalanan saya yang lain, ngelamun gak jelas, kadang terlihat kurang excited memulai hari, dan kadang posting twit yang agak nyinyir bernada menyindir untuk orang tersebut. Sebelum berangkat seorang sahabat menyampaikan begini "Kadang kita terlalu berusaha untuk merubah orang yang kita sayang, tapi sampai ada saatnya kita sadar mungkin itu bukan tugas kita" hufft, dan sahabat saya yang lain menasehati "since you cant control people, you have to control yourself". *kemudian mewek lagi...

Sepulang dari trip ada satu momen yang akhirnya membuat saya sadar...dan akhirnya kekecewaan saya mereda. Kemarin saya terlalu berharap dia memahami kekecewaan saya, tanpa saya berusaha memahami mungkin dia juga sama kecewanya. Saya terlalu mengungkit-ngungkit jasa saya dalam membantu dia, membuat saya lupa apa itu artinya ikhlas. Dan yang terpenting, selama ini saya menganggap diri saya orang yang sabar tanpa sadar sifat itu sepertinya hilang tak berbekas dalam sekejap karena masalah ini. 

Ikhlas itu bukan saat kita melakukan sesuatu dengan ringan tapi justru saat kita merasa berat tapi tetap melakukan demi Ridha Allah. Sabar itu sangat tak berbatas, Seperti di Al-Baqarah 153 " Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu". Tiap hari shalat dan baca quran sering baca ayat tentang sabar tapi saya tetap gagal di tes kesabaran kemarin..ahhh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar